Pembelajaran Agama Dengan Metode Contextual Teaching And Learning
Sering kali para guru agama mengeluhkan kurangnya jam agama dalam menuntaskan materi kurikulum yang ditentukan. Yang terjadi kemudian ialah pembelajaran agama berusaha untuk menyuguhkan materi pembelajaran supaya tuntas materinya sehingga tampak suguhan kognitif jauh lebih banyak mewarnai KBM agama. Mereka kemudian menginginkan penambahan jam pembelajaran supaya lebih leluasa memberikan materi.
Sebenarnya seberapa banyak pun jam pembelajaran agama ditambah tidak akan menuntaskan dilema yang ada jikalau tidak dilakukan revitalisasi pembelajaran agama. Pembelajaran agama memerlukan suatu terobosan pendekatan pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang mempu menumbuhkan kebermaknaan dan menyenangkan. Bukan yang selama ini dilekatkan atribut pada pembelajaran agama : menjenuhkan dan tidak inovatif.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sebuah sistem berguru yang didasarkan pada filosofi bahwa seorang pembelajara, akseptor didik, akan mau dan bisa menyerap materi pelajaran jikalau mereka sanggup menangkap makna dari pelajaran tersebut.
baca juga : Menilik Pentingnya Pendidikan Karakter Anak SekolahDalam buku Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna karya Elaine B. Jhonson yang diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan, disebutkan bahwa CTL ialah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL ialah suatu sistem pelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. (2006: 58)
Para guru agama perlu memahami filosofi CTL ini dan menerapkannya dalam KBM di kelas supaya agama tidak menjadi pelajaran menghafal dan dogmatis tanpa bersentuhan dengan konteks kehidupan siswa dan kebermaknaannya.
Dalam pelajaran agama, anak memperoleh pengetahuan bahwa Allah SWT mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk menimbulkan kehidupannya sebagai ibadah kepada Allah SWT. Inilah tujuan penciptaan kehadiran insan di dunia. Apakah tujuan ini dimaknai secara benar oleh siswa? Atau sekadar menghafal ayat bahwa hal itu ditemui dalam Al Alquran Surat Adzariyat : 56?.
Para guru agama dalam penerapan CTL diharuskan menghadirkan konteks pembelajaran, bukan sekadar isi pelajaran. Isi pelajaran merupakan sesuatu yang akan diperlajari berupa pengetahuan yang hampir tanpa batas dan semua guru agama mengetahui akan hal ini.
Isi supaya bermakna harus dipelajari dalam konteks. Adapun konteks dalam pemahaman CTL mencakup :
- Lingkungan yaitu dunia luar yang dikomunikasikan melalui pancaindera
- Kejadian-kejadian atau kejadian yang terjadi di suatu daerah dan waktu
- Asumsi-asumsi bawah sadar yang diserap selama siswa tumbuh, dari keyakinan yang dipegang besar lengan berkuasa siswa yang diperoleh melalui nilai-nilai yang diterimanya
Pembelajaran isi agama supaya relevan hendaknya memperhatikan keselarasan konteksnya. Ketika guru memberikan materi wacana beriman kepada Allah SWT, guru hendaknya mengajak siswa pada kejadian kehidupan yang sanggup diungkap oleh siswa, kejadian-kejadian yang menimpa insan yang tidak beriman, dan kesadaran terhadap firman Allah yang ditulis dalam kitab suci-Nya. Jadi, guru tidak secara dogmatis memberikan ayat-ayat yang memerintahkan untuk beriman kepada Allah SWT.
Realisasi Pendidikan Karakter Anak Sekolah Di IndonesiaAdanya kesadaran setiap siswa untuk selalu beriman kepada Allah SWT hendaknya muncul dari siswa melalui serangkaian pengalaman belajarnya di kelas atau di luar kelas. Dengan begitu Insya Allah akan muncul kesadaran bahwa Allah mengawasinya, Allah akan meminta pertanggungjawaban setiap perbuatannya, dan seterusnya.
Agar guru selalu memelihara KBM-nya dalam genggaman CTL, guru perlu memastikan 8 prinsip CTL hadir dalam setiap KBM-nya, sebagaimana diungkap Elaine (2006: 65-66):
- membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna
- melakukan pekerjaan yang berarti
- melakukan pembelajaran yang diatur sendiri
- bekerja sama
- berpikir kritis dan kreatif
- membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
- mencapai standar yang tinggi
- menggunakan evaluasi yang autentik
Jika hal tersebut dilakukan, pembelajaran akan menjadi mengalir dan bermakna. Nilai-nilai agama akan menjadi kebutuhan bukan kewajiban atau pemaksaan.
Dalam hal penyiasatan materi yang sedemikian banyak dengan jatah waktu yang 2 jam sepekan, guru sanggup secara kreatif memanfaatkan sarana-sarana kegiatan sekolah termasuk kegiatan mata pelajaran lainnya sebagaimana terlihat dalam tabel 1. Dalam tabel 1 ditampilkan satu
teladan kompetensi dasar mata bimbing agama kelas X jenjang Sekolah Menengan Atas sebagai berikut :
Contoh Pengaitan Pelajaran Agama dengan Kegiatan Lain |
Yang diharapkan ialah adanya pemikiran untuk selalu mengaktifkan kegiatan secara rutin pelatihan etika dan ibadah siswa baik atas nama kerohanian di sekolah maupun sekolah itu sendiri. Ini ialah penerapan CTL yakni siswa dilibatkan dalam biro perubah baik untuk dirinya maupun untuk kawan-kawannya.
bacaan selanjutnya : Pengertian Dan Tujuan Pendidikan Karakter Anak SekolahGuru agama melaksanakan pengontrolan terhadap pencapaian acara pelatihan secara rutin tersebut alasannya ialah Allah SWT tidak akan mengubah suatu kaum, jikalau kaum tersebut tidak mau mengubah diri mereka sendiri. Pengontrolan untuk mengecek sejauhmana kompetensi dasar pendidikan agama tercapai dan sejauh mana tabiat akseptor didik mengalami perbaikan atau kemajuan.
Ikhtiar
Sekali lagi, tanggung jawab pembentukan tabiat bukan semata urusan pembelajaran agama di sekolah. Ia merupakan tanggung jawab bersama. Guru agama sanggup menjadi motor penggeraknya. Sekolah menjadi laboratorium persemaian tumbuhnya tabiat secara egaliter, dan siswa sebagai pelakunya. Semua digerakkan secara bermakna dan mengasyikkan. Semua acara tersebut merupakan bentuk ikhtiar bersama. Semoga dengan begitu, pembelajaran agama tampil sebagai pembelajaran yang bisa berkontribusi besar lengan berkuasa dalam melahirkan akseptor didik yang berwatak sesuai dengan amanah UU SPN. sumber artikel [Gurusd]
Related Posts